ABSTRAK
SITTI NUR WAHIDAH BASIR, “Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Inersia Uteri Terhadap Persalinan Di Puskesmas
Mamajang Makassar”
Inersia uteri adalah
salah satu kelainan tenaga (kelainan his) karena memanjangnya fase laten atau
fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Inersia uteri pada ibu
bersalin dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain faktor umum seperti
umur, paritas, anemia, ketidaktepatan penggunaan analgetik, pengaruh hormonal
karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin, perasaan tegang
dan emosional. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian ini seluruh
ibu yang bersalin di Puskesmas Mamajang Makassar Periode April-Mei sebanyak 64 orang
dengan teknik Pirposive Sampling. Hasil penelitian yang
di dapatkan pada analisis data Chi-square
diperoleh nilai ρ = 0,000 < α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak
dan Ha diterima, yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan
kejadian inersia uteri. hasil penelitian yang didapatkan
yaitu pada
analisis data Chi-square diperoleh
nilai ρ = 0,002 < α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha
diterima, yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadia
inersia uteri. hasil penelitian yang di dapatkan
di puskesmas mamajang pada
analisis data Chi-square diperoleh
nilai ρ = 0,003 < α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha
diterima, yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian
inersia uteri.
Kata Kunci : Umur, Paritas, Anemia dan Inersia Uteri
Daftar Pustaka : 25 literatur (2010-2015)
PENDAHULUAN
Persalinan
merupakan suatu proses fisiologis saat janin dan produk hasil konsepsi
dikeluarkan sebagai akibat kontraksi uterus yang teratur, progresif, sering dan
kuat. Kontraksi uterus yang terjadi menimbulkan sakit, nyeri di sekitar perut
makin mendekati kelahiran. Nyeri tersebut membuat ketidaknyamanan pada ibu
(Walyani, 2015).
Masalah
dalam persalinan salah satunya disebabkan karena his lemah atau inersia uteri. Inersia uteri adalah kelainan
his/his yang tidak normal yang sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir,
dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet. Faktor yang
mempengaruhi his lemah atau inersia uteri adalah Power atau tenaga, Passage
atau panggul, Passager Fetus (Asri Hidayat, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang merupakan tertinggi dengan 450/100.000 kelahiran hidup jika
dibandingkan dengan resiko kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara
persemakmuran. Menurut WHO angka Kematian Ibu (AKI) di tahun 2011, 81%
diakibatkan karena komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Bahkan
sebagian besar dari kematian ibu disebabkan karena perdarahan, infeksi dan
preeklamsia (Midwifecare, 2014).
Menurut SDKI
2007 53% ibu tidak mengalami komplikasi selama persalinan, persalinan lama
sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar 9%, komplikasi kejang 2% dan KPD
lebih dari 6 jam 17%. Faktor-faktor penyebab terjadinya persalinan lama salah
satunya adalah kelainan his (inersia uteri) (Infodatin, 2014).
Angka
kematian berdasarkan hasul Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengalami
penurunan meski tak jauh berbeda dengan hasil SDKI 2007 yaitu masing-masing 32
dan 34 kematian per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata
Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai
228/100.000 kelahiran hidup. Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu
sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI
hingga 108/100.000 kelahiran hidup pada 2015 sesuai dengan target MDGs
(Sindonews, 2013).
Angka
Kematian Ibu (AKI) yang tercatat di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011
mencapai 116 orang atau 78,88/100.000 kelahiran hidup terdiri dari kematian ibu
hamil sebanyak 34 orang (29,31%), ibu bersalin 48 orang (41,37%) dan ibu nifas
34 orang (29,31%) sedangkan pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu mengalami
peningkatan signifikan yaitu dilaporkan menjadi 160 orang atau 110,26/100.000
kelahiran hidup terdiri dari kematian ibu 45 orang (28,1%), kematian ibu
bersalin 60 orang (40%) diantara inersia uteri sebanyak 15 orang (24%),
dan kematian ibu nifas 55 orang (30%) (Dinkes Prov. Sulawesi Selatan, 2013).
Data yang di
peroleh dari rekam medik Puskesmas Majamang 3 Tahun terakhir yaitu pada tahun
2013 jumlah persalinan sebanyak 632 orang dan yang mengalami inersia uteri
sebanyak 30 orang (4,7%), sedangkan pada tahun 2014 jumlah persalinan sebanyak
649 orang dan yang mengalami inersia uteri sebanyak 32 orang (4,9%) dan pada
tahun 2015 jumlah persalinan sebanyak 886 orang dan yang mengalami inersia
uteri sebanyak 51 orang (5,7%) (Rekam Medik Puskemas Mamajang Makassar, 2015).
Sehingga
dari data yang diperoleh diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
Faktor yang mempengaruhi kejadian inersia uteri terhadap persalinan
di Puskesmas Mamajang Makassar Tahun 2016.
KAJIAN
PUSTAKA
1.
Pengertian
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal
dalam kekuatan/sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat
diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet (Ambarwati,
2010).
Dalam persalinan diperlukan his normal mempunyai sifat
yang normal :
1) Tonus
otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkat pada waktu his.
2) Kontraksi
otot rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim sebelah kanan atau kiri lalu
menjalar keseluruh otot rahim.
3) Fundus
uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan), lebih lama dari bagian-bagian
lain, bagian tengah berkontraksi agak lambat, lebih singkat dan tidak sekuat
kontraksi fundus uteri bagian bawah (segemen bawah rahim) dan serviks tetap
pasif.
4) Sifat
his dilihat dari lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya
serta sakitnya. His persalinan yang normal ditandai denganfundal dominan,
simetris, makin lama, makin kuat, makin sering dan relaksasi baik. Bila salah
satu tanda tersebut tidak dijumpai atau tidak sesuai, keadaan ini disebut
gangguan atau kelainan his.
2.
Jenis-jenis kelainan his:
a) Inersia
uteri primer
Inersia
uteri primer adalah apabila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan
berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase laten.
Selama ketuban masih utuh
umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali bila
persalinan terlalu lama, maka mordibitas dan mortalitas ibu dan janin akan
meningkat. Ini
b) Inersia
uteri sekunder
Inersia
uteri sekunder apabila timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang
lama dan terjadi pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian
melemah. Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian
terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah.
Dewasa ini persalinan tidak
dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot
uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita
yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.
Faktor
yang Mempengaruhi Kejadian Inersia Uteri
a. Umur
Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama
kehamilannya. Usia antara 20-30 tahun merupakan periode yang paling aman untuk
melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan
optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam
pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.
b. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang
dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2011). Menurut Prawirohardjo, paritas
dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara
(Prawirohardjo, 2011).
c. Anemia
Anemia
merupakan suatu keadaan berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam peredaran
darah. Hemoglobin berfungsi sebagai penghantar oksigen ke seluruh sel-sel
tubuh. Pada ibu anemia, terdapat gangguan hantaran oksigen karena kurangnya
hemoglobin sebagai penghantar oksigen ke seluruh tubuh.
Hipotesis
Penelitian
a.
Ho = Tidak ada hubungan antara umur, paritas
dan anemia dengan kejadian inersia uteri.
b.
Ha = ada hubungan antara umur, paritas dan
anemia dengan kejadian inersia uteri.
Definisi operasional dan
Karakteristik Objektif.
1.
Inersia Uteri
Inersia uteri merupakan keadaan dimana his bersifat biasa
dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu dari pada
bagian-bagian lain, dan peranan fundus tetap menonjol.
Kriteria Objektif:
Ya : apabila kontraksi uterus ibu lemah, baik yang mengalami
inersia uteri primer maupun sekunder
Tidak : apabila kontraksi uterus ibu tidak lemah.
2. Umur Ibu
Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama
kehamilannya. Usia antara 20-30 tahun merupakan periode yang paling aman untuk
melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan
optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam
pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin.
Kriteria Objektif :
Resiko Rendah : jika
umur responden 20-30 tahun
Resiko Tinggi : jika umur responden <20 dan >30 tahun
3. Paritas
Paritas merupakan dasar bagi ibu hamil dalam mengatur
jarak kehamilan selanjutnya sehingga ibu bisa terhindar dari kejadian his lemah
atau disebut dengan inersia uteri.
Kriteria Objektif :
Resiko Rendah : Jika respon dengan paritas 1 dan 2
Resiko Tinggi : Jika respon dengan paritas >3
4. Anemia
Anemia
merupakan suatu keadaan berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam
peredaran darah. Hemoglobin berfungsi sebagai penghantar oksigen ke
seluruh sel-sel tubuh. Pada ibu anemia, terdapat gangguan hantaran
oksigenkarena kurangnya hemoglobin sebagai penghantaroksigen ke seluruh tubuh.
Kriteria
Objektif :
Resiko Rendah :
apabila kadar Hb ≥11gr %
Resiko Tinggi :
apabila kadar Hb <11gr %
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian.
Jenis penelitian
yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional
dengan pendekatan cross
sectional study. Penelitian ini merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat.
Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian
ini akan dilaksanakan di Puskesmas Mamajang Makassar. Waktu penelitian sejak
menyusun proposal sampai hasil penelitian adalah bulan April –Mei 2016.
Populasi dan Sampel
a.
Populasi
Populasi
dalam penelitian ini seluruh ibu yang bersalin di Puskesmas Mamajang
Makassar Periode Januari - Mei 2016 sebanyak 510 orang ibu.
b.
Sampel
Sampel
dalam penelitian selama periode April – Mei 2016 sebanyak 64 ibu.
c.
Teknik pengambilan sampel
Teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan penilaian.
HASIL PENELITIAN
1.
Analisis Univariat
a. Distribusi
frekuensi umur.
Tabel 4.1
Distribusi
Frekuensi Umur Terhadap Kejadian Inersia Uteri
Terhadap
Persalinan Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Umur
ibu
|
F
|
%
|
Resiko
Rendah
|
50
|
78,1
|
Resiko
Tinggi
|
14
|
21,9
|
Jumlah
|
64
|
100
|
Sumber: Data Sekunder 2016
Tabel 4.1
menunjukkan bahwa dari 64 responden terdapat 14 (21,9%) ibu yang berumur
dibawah 20 dan diatas 30 tahun serta 50 (78,1%) ibu yang memiliki umur 20
sampai 30 tahun.
b.
Distribusi
Frekuensi Paritas
Tabel
4.2
Distribusi
Frekuensi Paritas Terhadap Kejadian Inersia Uteri
Terhadap
Persalinan Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Paritas
|
F
|
%
|
Resiko
Rendah
|
22
|
34,4
|
Resiko
Tinggi
|
42
|
65,6
|
Jumlah
|
64
|
100
|
Sumber : Data Sekunder 2016
Tabel 4.2
menunjukkan bahwa dari 64 responden terdapat 22 (34,4%) ibu yang memiliki
paritas 1 dan 2 ada 42 (65,6%) ibu yang
memiliki paritas diatas 3.
c.
Distribusi
Frekuensi Anemia
Tabel
4.3
Distribusi
Frekuensi Anemia Terhadap Kejadian Inersia Uteri
Terhadap
Persalinan Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Anemia
|
F
|
%
|
Resiko
Tinggi
|
36
|
56,3
|
Resiko
Rendah
|
28
|
43,8
|
Jumlah
|
64
|
100
|
Sumber
: Data Sekunder 2016
Tabel 4.3
menunjukkan bahwa dari 64 responden terdapat 36 (56,3%) ibu yang memiliki kadar
Hb <11 gr % yang berarti ibu mengalami anemia dan ada 28 (43,8%) ibu yang
yang memiliki yang memiliki kadar Hemoglobin ≥11 gr % yang berarti ibu tidak
mengalami anemia.
2.
Analisis
Bivariat
a.
Hubungan
Umur dengan Kejadian Inersia Uteri
Tabel
4.4
Hubungan
Umur dengan Kejadian Inersia Uteri Terhadap
Persalinan
Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Umur
|
Inersia
Uteri
|
Jumlah
|
ρ
value
|
||||
Ya
|
Tidak
|
||||||
f
|
%
|
F
|
%
|
f
|
%
|
|
|
Resiko Rendah
|
21
|
42,0
|
29
|
58,0
|
50
|
100,0
|
0,000
|
Resiko Tinggi
|
14
|
100,0
|
0
|
0,0
|
14
|
100,0
|
|
Jumlah
|
35
|
54,7
|
29
|
45,3
|
64
|
100,0
|
Sumber
: Data Sekunder 2016
Tabel 4.4
menunjukkan bahwa dari 50 responden yang umurnya memiliki resiko rendah tidak
mengalami inersia uteri terdapat 29 (58,0%) dan yang yang memiliki resiko
rendah mengalami inersia uteri terdapat 21 (42,0%) sedangkan terdapat 14
(100,0%) yang umurnya memiliki resiko tinggi mengalami inersia uteri dan 0
(0,0%) yang umurnya tidak mengalami inersia uteri. Sehingga pada analisis data Chi-square diperoleh nilai ρ = 0,000
< α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha diterima, yang
menandakan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kejadian inersia uteri.
a. Hubungan
Paritas dengan Kejadian Inersia Uteri
Tabel
4.5
Hubungan
Paritas dengan Kejadian Inersia Uteri Terhadap
Persalinan
Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Paritas
|
Inersia Uteri
|
Jumlah
|
ρ value
|
||||
Ya
|
Tidak
|
||||||
f
|
%
|
f
|
%
|
f
|
%
|
|
|
Resiko
Rendah
|
21
|
42,9
|
28
|
57,1
|
49
|
100,0
|
0,002
|
Resiko
Tinggi
|
14
|
93,3
|
1
|
6,7
|
15
|
100,0
|
|
Jumlah
|
35
|
54,7
|
29
|
45,3
|
64
|
100,0
|
Sumber
: Data Sekunder 2016
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
terdapat 49 responden yang memiliki
paritas resiko rendah yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 28 (57,1%)
dan terdapat responden yang memiliki paritas dengan resiko rendah yang tidak
mengalami inersia uteri sebanyak 21 (42,9%) sedangkan terdapat 15 responden yang
memiliki paritas dengan resiko tinggi yang mengalami inersia uteri sebanyak 14
(93,3%). Sehingga pada analisis data Chi-square
diperoleh nilai ρ = 0,002 < α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak
dan Ha diterima, yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadia inersia uteri.
b.
Hubungan
Anemia dengan Kejadian Inersia Uteri
Tabel
4.6
Hubungan
Anemia dengan Kejadian Inersia Uteri Terhadap
Persalinan
Di Puskesmas Mamajang
Tahun
2016
Anemia
|
Inersia Uteri
|
Jumlah
|
ρ value
|
||||
Ya
|
Tidak
|
||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
f
|
%
|
|
|
Anemia
|
22
|
44,0
|
28
|
56,0
|
50
|
100,0
|
0,003
|
Tidak
Anemia
|
13
|
92,9
|
1
|
7,1
|
14
|
100,0
|
|
Jumlah
|
35
|
54,7
|
29
|
45,3
|
64
|
100,0
|
Sumber : Data Sekunder 2016
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa
terdapat 50 responden yang anemia yang tidak mengalami inersia uteri terdapat
28 (56,0%) dan terdapat 22 (44,0%) yang mengalami anemia mengalami inersia
uteri sedangkan terdapat 14 responden yang tidak anemia dan tidak mengalami
inersia uteri sebanyak 1 (7,1%) serta 13 (92,9%) yang tidak anemia tetapi
mengalami inersia uteri. Sehingga pada analisis data Chi-square diperoleh nilai ρ = 0,003 < α = 0,05, ini berarti
hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha diterima, yang menandakan bahwa terdapat
hubungan antara anemia dengan kejadian inersia uteri.
PEMBAHASAN
1.
Umur
Ibu
Umur ibu adalah usia yang secara
garis besar menjadi indicator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan
keputusam yang mengacu pada setiap pengalamannya (Anasari, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 50 responden yang umurnya memiliki resiko rendah tidak mengalami
inersia uteri terdapat 29 orang (58,0%) dan yang umurnya memiliki resiko rendah
mengalami inersia uteri terdapat 21 orang (42,0%) sedangkan dari 14 responden
yang umurnya memiliki resiko tinggi mengalami inersia uteri sebanyak 14 orang
(100,0%) dan yang umurnya memiliki resiko tinggi tidak mengalami inersia uteri
sebanyak 0 (0,0%).
Berdasarkan hasil analisis data Chi-square diperoleh nilai ρ = 0,000
< α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha diterima, yang
menandakan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kejadian inersia uteri.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan yang dilakukan oleh Hamimatus Zainiyah (2011) di RSUD Syarifah Ambami
Rato Ebu Bangkalan, menunjukkan bahwa terdapat 59 ibu bersalin dengan umur di
bawah 20 tahun mengalami inersia uteri (69.5%).
Dari hasil penelitian diatas
menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan teori dimana
teori mengatakan bahwa Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama
kehamilannya. Usia antara 20-35 tahun merupakan periode yang paling aman untuk
melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan
optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam
pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk ibu yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Ambarwati, 2010).
2.
Paritas
ibu
Paritas adalah banyaknya
kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. Paritas dapat dibedakan
menjadi primipara, multipara dan grandemultipara (Prawirohardjo, 2011)..
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 49 responden yang memiliki paritas resiko rendah yang tidak
mengalami inersia uteri sebanyak 28 orang (57,1%) dan yang memiliki paritas
dengan resiko rendah yang tidak mengalami inersia uteri sebanyak 21 orang
(42,9%) sedangkan dari 15 responden yang memiliki paritas dengan resiko tinggi
yang mengalami inersia uteri sebanyak 14 orang (93,3%) dan yang memiliki
paritas tinggi yang tidak mengalami inersia uteri terdapat 1 orang (6,7%).
Berdasarkan hasil penelitian
analisis data Chi-square diperoleh
nilai ρ = 0,002 < α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha
diterima, yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadia
inersia uteri.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan yang dilakukan oleh Tri Anasari
(2011) di RSUD PROF. dr. Margono Soekarjo Purwakerto menunjukkan bahwa paritas ibu bersalin sebagian besar
pada kategori tidak beresiko sebanyak 134 orang (89,3%), anemia pada ibu bersalin
sebagian besar pada kategori normal sebanyak 89 orang (59,3%).
Dari
hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian yang kami lakukan
sejalan dengan teori dimana Faktor
penyebab inersia uteri diantaranya faktor umum seperti umur, paritas, anemia,
ketidaktepatan penggunaan analgetik, pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin
atau oksitosin, perasaan tegang dan emosional. Faktor local seperti overdistensi
uterus, hidramnion, malpresentasi, malposisi, dan disproporsi
cephalopelvik, mioma uteri. Persalinan lama berkenaan juga dengan paritas yang dialami
oleh ibu bersalin. Multi para dan grandemultipara sering
didapatkan perut gantung, perut gantung dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan his. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak
kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus
tidak berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan kelainan his (Anasari,
2011).
3.
Anemia
Anemia
merupakan suatu keadaan berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) dalam peredaran
darah. Hemoglobin berfungsi sebagai penghantar oksigen ke seluruh sel-sel
tubuh.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden yang anemia resiko tinggi tidak
mengalami inersia uteri terdapat 28 orang (56,0%) dan terdapat 22 orang (44,0%)
yang mengalami anemia resiko rendah mengalami inersia uteri sedangkan dari 14
responden yang tidak anemia atau resiko rendah tidak mengalami inersia uteri
sebanyak 1 (7,1%) dan yang tidak anemia resiko rendah tetapi mengalami inersia
uteri sebanyak 13 orang (92,9%).
Berdasarkan hasil analisis data Chi-square diperoleh nilai ρ = 0,003
< α = 0,05, ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha diterima, yang
menandakan bahwa terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian inersia uteri.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan Sari Dhyani Rahma (2013) di di RSUD Dr.Moewardi
menunjukkan bahwa anemia pada ibu bersalin sebagian besar pada kategori normal
(≥11 gr/dl) sebanyak 89 ibu bersalin (59,3%) dan sebagian kecil pada kategori
tidak normal (<11 gr/dl) sebanyak 61 ibu bersalin (40,7%).
Dari
hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan
sejalan dengan teori dimana teori mengatakan bahwa pada ibu anemia, terdapat
gangguan hantaran oksigen karena kurangnya hemoglobin sebagai penghantar
oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan ibu mengalami gangguan
penghantaran oksigen untuk membentuk energi pada otot-otot rahim berkontraksi
dalam proses persalinan. Secara tidak langsung anemia berpengaruh dalam
kekuatan his ibu dalam proses persalinan, ibu mengalami kelelahan kemudian
terjadi Inersia Uteri (Dhyani Rahma Sari, 2013).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Ada
hubungan umur dengan kejadian inersia uteri
2.
Ada
hubungan paritas dengan kejadian inersia uteri
3.
Ada
hubungan anemia dengan kejadian inersia uteri
Saran
1.
Disarankan
ada ibu yang berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun untuk menunda
kehamilannya sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya inersia uteri dan
komplikasi lainnya.
2.
Disarankan
kepada petugas kesehatan khususnya bidan di PKM Mamajang untuk lebih memberikan
informasi kepada ibu tentang jarak kehamilan pertama menuju kehamilan
selanjutnya.
3.
Disarankan
juga kepada ibu untuk sesering mungkin mengkonsumsi makanan yang bergizi serta
rutin mengkonsumsi tablet Fe untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan
trimester I serta mencegah terjadinya perdarahan pada saat persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Aih Yeyeh, 2012. Asuhan Persalinan PATOLOGI. Jakarta : EGC.
Ayu,
P.A, 2014. Aplikasi Metodologi Penelitian
Kebidanan dan Kespro. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ambarwati,
2010. Asuhan Persalinan Patologi
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Anonim,
2014. Klasifikasi Kompetensi Sebagai
Tujuan Dalam Pendidikan Formal. (Online).(http://ilmu-pendidikan.net/pembelajaran/tujuan-pembelajaran/klasifikasi-kompetensi-sebagai-tujuan-dalam-pendidikan-formal
di akses tanggal 23 Februaru 2016).
Anasari,
T 2011.Jurnal Involusio Kebidanan Vol.2,
No.4, Juni 2012, 22-32. Hubungan Paritas dan Anemia Dengan Kejadian Inersia
Uteri Pada Ibu Bersalin Di RSUD Prof dr. Margono Soekarjo Purwakerto .
Dhyani
Rahma, S 2013. Jurnal Kebidanan Vol.1,
No.2, Juli 2013, 24-35. Hubungan Antara Anemia dengan Kejadian Inersia Uteri di
RSUD DR. Moewardi.
Dinkes
Sul-Sel Prov, 2013. Artikel, Jumlah
Kematiaan Ibu, (Online), (http://jumlah-kematian-ibu.tml diakses tanggal 20 Januari
2016).
Erawati.
2011. Buku Ajar Askeb Persalinan
Normal. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan Dan
Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Mega R.
P, Joserizal S, dan Efrida, 2012. Jurnal Kesehatan. Gambaran Kejadian
Persalinan Disfungsional pada Pasien Anemia dalam Kehamilan di RSUP Dr. M.
Djamil Periode 2010–2012.
Nugroho,
T. 2010. Kasus Emergency
Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Notoatmodjo
S, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Reeder,
Martin, Koniak Griffin.2014. Keperawatan
Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi Dan Keluarga Vol 1 Edisi 18. Jakarta:
EGC.
Rohani,
2011. Asuhan Kebidanan pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Sastroasmoro,
S. 2010. Dasar- dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Jakarta:CV.
Sagung Seto.
Setiawan
A, Saryono, 2011. Metodologi Penelitian
Kebidanan DIII, DIV, S1, dan D2. Yogyakarta: Nuha Medika.
Stang.
Dr, 2015. Statistik Untuk Kebidanan. Makassar: Masagena
Press.
Sujiyatini,
2011. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Yogyakarta:
Rahima Press.
Sulistyawati,
A. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyaningsih.
2011. Metodologi Peneltian Kebidanan
Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Suparyanto,
2010. Konsep Paritas Partus. (Online).
(http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2010/10/konsep-paritas-partus.html
diakses tanggal 23
Februari 2016).
Suparman
dan Sembiring, 2010. Jurnal Kesehatan. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Paritas Primigravida Tuadengan Kejadian Inersia Uteri di RSUP
Manado Tahun 2010.
Prawihardjo,
2011. Konsep Paritas Partus. (Online).
(http://Prawihardjo.blogspot.co.id/2011/11/konsep-paritas-partus.html diakses tanggal 23 Februari
2016).
Walyani,
2014. Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: Nuha Medika.
Yuli K, 2011. Jurnal Kebidanan.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persalinan Dengan Inersia Uteri di RS
dr. Moewardi Surakarta Tahun 2011.